BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pers
berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres.
Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang
juga berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau
press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan
perantaraan barang cetakan.
Bedasarkan uraian diatas, ada dua
pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti
kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan
komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers
dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang
dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio,
televisi maupaun internet. Buku ini menggunakan istilah tersebut dalam arti
sempit maupun luas tergantung dari konteksnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pers?
2. Bagaimana sejarah pers di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan pers di
Indonesia?
4. Apakah Jurnalistik televisi?
5. Apakah jurnalistik radio?
6. Bagaimana dengan undang-undang pers, apa
saja yang terkandung dalam undang-undang tersebut?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dari pers sendiri.
2. Untuk mengetahui bagaimana kronologi
sejarah pers di Indonesia sendiri.
3. Untuk mengetahui tentang perkembangan
pers di Indonesia.
4. Mengetahui tentang apakah jurnalistik
televisi itu.
5. Mengetahui tentang apakah jurnalistik
radio itu.
6. Mengetahui seperti apa undang-undang per
situ sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers
Pers berasal dari perkataan
Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan
padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan
atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu
pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan.
Tetapi, sekarang kata pers atau press digunakan untuk merujuk semua kegiatan
jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik
oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak.
Bedasarkan uraian diatas, ada dua
pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti
kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan
komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers
dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang
dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio,
televisi maupaun internet. Buku ini menggunakan istilah tersebut dalam arti
sempit maupun luas tergantung dari konteksnya.
B.
Sejarah Pers
1. Sejarah
Pers di Indonesia
• Sejarah Pers Kolonial
Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di
Indonesia pada masa kolonial/penjajahan. Pers kolonial meliputi surat kabar,
majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan
membela kepentingan kaum kolonialis Belanda.
• Sejarah Pers China
Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di
Indonesia. Pers Cina meliputi koran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia
atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina.
• Sejarah Pers Nasional
Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia
terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers
ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan.
Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan
Priyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh
pemrakarsa pers Nasional
2. Perkembangan
Pers Nasional
• Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang
1. Zaman Belanda
Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya
memuat berita- berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari
harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland
terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews
en Advertentiebland.
Di semarang terbit Semarangsche
Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit adalah
Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung
Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland. Surat- surat kabar
yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih
merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar
setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak
boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang
dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar
berbahasa melayu diantaranya adalah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari,
Bintang Djohar, Selompret Melayudan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe
(Surabaya) dan Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo.
2. Zaman Jepang
Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di
Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan
alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah
Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita
Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan
selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei.
Wartawan-wartawan Indonesia pada saat
itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta
kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu
surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara
Jepang.
C.
Falsafah
Pers
Seperti
juga negara yang memiliki falsafah, pers pun memiliki falsafahnya sendiri.
Falsafah atau dalam bahasa inggris philosophy salah satu artinya adalah tata
nilai atau prinsip-prinsip untuk dijadikan pedoman dalam menangani
urusan-urusan praktis.
Dalam
membicarakan falsafah pers, terdapat sebuah buku klasik mengenai hal ini, yaitu
four theories of the press (empat teori tentang pers) yang ditulis
Siebert bersama Peterson dan Sehramm dan diterbitkan oleh Universitas Illinois pada tahun 1956[1].
Dari karya ini, pada tahun 1980 muncul “teori” baru tentang tanggungjawab sosial
dalam komunikasi massa yang dipelopori oleh Rivert, Schramm dan Christian dalam
buku mereka berjudul Responsibility in Mass Communication.2
Teori
pertama dalam four theories of the press, yakni, Authoritarian theory
(teori pers otoriter), yang diakui sebagai teori pers paling tua, berasal dari
abad ke-16. Ia berasal dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolut.
Penetapan tentang hal-hal “yang benar” dipercayakan hanya kepada aegelincir
“orang bijaksana” yang mampu memimpin. Jadi, pada dasarnya, pendekatan
dilakukan dari atas kebawah. Pers harus mendukung kebijakan pemerintah dan
mengabdi kepada negara. Para penerbit diawasi melalui paten-paten, izin-izin
terbit, dan sensor. “Konsep ini menetapkan pola asli bagi sebagian besar
sistem-sistem pers nasional dunia, dan masih bertahan sampai sekarang”, tulis
Sibert dkk.
Dua
teori lainnya, yaitu Social Responsibility Theory (teori pers
bertanggung jawab sosial) dan Soviet Communist Theoryteori pers
komunitas soviet) dipandang sebagai modifikasi yang diturunkan dari kedua teori
di atas tadi. Social Responsibility Theori atau Teori Pers
Bertanggung Jawab Sosial dijabarkan berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip
teori pers libertarian terlalu menyederhanakan persoalan. Dalam pers
libertarian, para pemilik dan para operator perslah yang terutama menentukan
fakta-fakta apa saja yang boleh disiarkan kepada publik dan dalam versi apa.
Teori pers libertarian tidak berhasil memahami masalah-masalah seperti proses
kebebasan internal pers dan proses konsentrasi pers. Teori pers bertanggung
jawab sosial yang ingin mengatasi kontradiksi antara kebebasan media massa dan
tanggung jawab sosialnya ini diformulasikan secara jelas sekali pada tahun 1949
dalam laporan “Commission on the Freedom of the Pess” yang diketuai oleh
Robert Hutchins.
Komisi
yang selanjutnya tekenal dengan sebutan Hutchins Commission ini mengajukan 5
prasyarat sebagai syrat bagi pers yang bertanggungjawab kepada masyarakat. Lima
prasyratan tersebut adalah:3
1. Media harus menyajikan berita-berita
peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam konteks
yang memberikannya makna. (media harus akurat; mereka tidak boleh berbohonh,
harus memisahkan antara fakta dan opini, harus melaporkan dengan cara yang
memberikan arti secara internasional, dan harus lebih dalam lagi dari sekadar
menyajikan fakta-fakta dan harus melaporkan kebenaran).
2. Media
harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. (media
harus menjadi sarana umum; harus memuat gagasan-gagasan yang bertentangan
dengan gagasan-gagasan mereka sendiri, “sebagai dasar pelaporan yang objektif”;
semua “pandangan dan kepentingan yang penting” dalam masyarakat harus diwakili;
media harus mengidentifikasi sumber informasi mereka karena hal ini “perlu bagi
sebuah masyarakat yang bebas”.
3. Media harus memproyeksikan gambaran yang
benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat.
(ketika gambaran-gambaran yang disajikan media gagal menyajikan suatu kelompok
sosial dengan benar, maka pendapat disesatkan; kebenaran tentang kelompok mana
pun harus benar-banar mewakili; ia harus mencangkup nilai-nilai dan
aspirasi-aspirasi kelompok, tetapi ia tidak boleh mengecualikan
kelemahan-kelemahan dan sifat-sifat buruk kelompok).
4. Media harus menyajikan dan menjelaskan
tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyrakat (media adalah instrumen pedidikan,
mereka harus memikul suatu tanggungjawab untuk menyatakan dan menjelaskan
cita-cita yang diperjuangkan oleh masyarakat).
5. Media harus menyediakan akses penuh
terhadap informasi-informasi yang tersembunyi pada suatu saat. (ada kebutuhan
untuk “pendistribusian berita dan opini secara luas”.)
Teori
pers bertanggung jawab sosial ini merespon pendapat bahwa orang dengan sia-sia
mengharapkan adanya pasar media yang mengatur sendiri dan mengontrol sendiri
sebagai mana digemborkan oleh pendukung teori pers libertarian. Dalam pers
libertarian, fungsi ganda media massa yang dimiliki oleh perusahaan swasta,
yaitu untuk mencari untung dan melayani para pengiklan mereka versus melayani
publik hanya dipenuhi secara sepihak. Sebagaimana biasanya, publik hanya
menerima bagian yang paling merugikan dari tawar-menawar tersebut, sehingga
Lazarfeld dan Merton dalam sebuah tulisan mereka4 menyatakan, “perusahaan besar membiayai
produksi dan distribusi media massa. Dan, diatas segala-galanya, dia yang
menanggung biaya dialah yang menentukan semuanya.”
Teori pers bertanggung jawab sosial
ini relatif merupakan teori baru dalam kehidupan pers di dunia, dan tidak
seperti teori pers bebas libertarian, teori ini memungkinkan dimilikinya
tanggungjawab oleh pers. Dengan teori ini juga pers memberikan banyak informasi
dan menghimpun segala gagasan atau wacana dari segala tingkatan kecerdasan.
Teori yang keempat, yaitu The Soviet
Communist theory atau teori pers komunis soviet baru tumbuh dua tahun
setelah Revolusi Oktober 1917 di Rusia dan berakar pada teori pers penguasa
atau authoritariantheory.
Selain empat teori tentang pers yang
dibahas diatas tadi, kami juga ingin menyinggung serba sedikit dua teori
lainnya dari Denis McQuail. Dalam tulisannya “Uncertainty about the Audience
and the Organization of Mass Communications”, McQuail telah menambahkan dua
teori lagi disamping keempat teori pers diatas: teori pers pembangunan dan
teori pers partisipan demokratik. Unsur normatif yang esensial dari teori
pers pembangunan yang muncul adalah
bahwa pers harus digunakan secara positif dalam [embangunan nasional, untuk
otonomi dan identitas kebudayaan nasional.
Prinsip-prinsip yang ditetapkan
sebagai dalil adalah:
a). Pers harus menerima dan melaksanakan
tugas-tugas pembangunan yang positif
sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan secara nasional.
b). Kebebasan pers
harus terbuka bagi pembatasan sesuai dengan (1) prioritas-prioritas ekonomi dan
(2) kebutuhan-kebutuhan pembangunan bgi masyarakat.
c). Pers harus
memberikan prioritas dalam isinya kepada budaya dan bahasa nasional (dalam
konteks ini McQuail kurang melihat masalah kolonialisme internal, yakni
menghancurkan budaya-budaya dan bahasa-bahasa lokal dan regional).
d). Pers harus
memberikan prioritas dalam berita dan informasi untuk menghubungkannya dengan
negara-negara berkembang lain yang berdekatan secara geografis, secara budaya
atau secara politis.
e). Para wartawan dan
para pekerja pers lainnya mempunyai tanggungjawab maupun kebebasan dalam tugas
menghimpun dan menyebarkan informasi mereka.
f). Demi kepentingan
tujuan pembangunan, negara mempunyai hak untuk ikut campur dalam, atau
membatasi, operasi-operasi media pers, serta menyelenggarakan sensor, pemberian
subsidi dan kontrol langsung dapat dibenarkan.
Tetang teori yang keenam, yaitu teori
pers partisipan demokratik, McQuail dalam bukunya Mass Communication
theory, mengatakan bahwa teori ini lahir dalam masyarakat liberal yang
sudah maju. Ia lahir sebagai “reaksi atas komersialisasi dan monopolisasi media
yng dimiliki swasta dan sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi
institusi-institusi siaran publik, yang timbul dari tuntutan norma
tanggungjawab sosial,” ia melihat organisasi-organisasi siaran publik khususnya
sebagai terlalu paternalistik, terlalu elitis, terlalu dekat kepada kekuasaan,
terlalu responsif terhdap tekanan-tekanan politis dan ekonomi, terlalu
monolitik, terlalu dipropesionalkan. Teori ini juga mencerminkan kekecewaan
terhadap partai-partai politik yang
mapan dan terhadap sistem demokrasi perwakilan yang nampak menjadi tercabut
dari akar rumput asalnya. Inti dari teori partisipan demokratik terletak pada
kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan dan aspirasi-aspirasi pihak
penerimaan pesan komunikasi dalam masyarakat politis. Teori ini menyukai
keserbaragaman, skala kecil, lokalitas, de-institusionalisasi, kesederajatan
dalam masyarakat, dan interaksi.
D.
Perkembangan Pers
Perkembangan
pers di Indonesia tak dapat dipungkiri, bahwa pers sangat
berpengaruh
terhadap bangsa ini, mulai dari kemerdekaan,
pengakuan kedaulatan, sampai kini msa reformasi, semuanya dipengaruhi ole pers.
maka tak heran jika dunia Pers memegang peranan penting dalam perjalanan bangsa
ini.
Perkembangan Pers di
indonesia pun bisa dibilang sebagai salah satu perkembangan pers paling
kompleks, kenapa? karena perkembangan Pers di Indonesia terbagi menjadi
beberapa periode, dimana setiap periodenya mewakili satu masa atau era.
1.
Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad
19)
Era kolonial memiliki
batasan hingga akhir abad 19. Pada mulanya pemerintahan kolonial Belanda
menerbitkan surat kabar berbahsa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian
juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah.
Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.
Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.
2.
Pers di masa pergerakan (1908 - 1942)
Setelah muncul pergerakan
modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang
Indonesia lebih berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat itu merupakan
“terompet” dari organisasi pergerakan orang Indonesia. Pers menjadi pendorong
bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.
Contoh harian yang terbit pada masa pergerakan, antara lain:
§
Harian
Sedio Tomo sebagai kelanjutan harian Budi Utomo terbit di Yogyakarta didirikan
bulan Juni 1920.
§ Harian Darmo Kondo terbit di Solo dipimpin
Sudarya Cokrosisworo.
§ Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya
dipimpin HOS Cokroaminoto.
§ Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta dipimpin
Haji Agus Salim.
§ Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di
Bandung dipimpin Ir. Soekarno.
§ Majalah berkala Daulah Rakyat dipimpin Mocb.
Hatta dan Sutan Syahrir.
Hingga
menjelang berakhirnya masa kekuasaan kolonial, terdapat 33 suratkabar dan
majalah berbahasa Indonesia dengan tiras keseluruhan sekitar 47.000 eksemplar.
Dalam era ini juga tercatat bahwa 27 surat
kabar kaum nasionalis dibreidel pemerintah pada tahun 1936 karena adanya
ordonansi pers untuk membatasi kebangkitan gerakan nasionalis.
3.
Pers dimasa
Penjajahan Jepang (1942 - 1945)
Era ini berlangsung dari
1942 hingga 1945, yakni selama penjajahan Jepang. Selam periode ini situasi politik
Indonesia mengalami perubahan yang radikal. Dalam era ini juga pers Indonesia
belajar tentang kemapuan media massa sebagi alat mobilisasi massa untuk tujuan
tertentu. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun
juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Dalam masa ini surat kabar
berbahasa Belanda diberangus dan beberapa surat kabar baru diterbitkan meskipun
dikontrol ketata oleh Jepang. Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun
Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang
ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara.
Selama masa ini, terbit
beberapa media (harian), yaitu:
§
Asia
Raya di Jakarta
§ Sinar Baru di Semarang
§ Suara Asia di Surabaya
§ Tjahaya di Bandung
Pers nasional masa pendudukan
Jepang mengalami penderitaan dan pengekangan lebih dari zaman Belanda, Namun
begitu, hal ini justru memberikan banyak keuntungan bagi pers Indonesia,
diantaranay adalah Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah, Adanya
pengajaran bagi rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh
sumber resmi Jepang, serta meluasnya penggunaan bahasa Indonesia.
4.
Pers dimasa revolusi fisik (1945 - 1949)
Periode ini antara tahun
1945 sampai 1949 saat itu bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan
yang baru diraih tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki
sehingga terjadi perang mempertahankan kemerdekaan. Saat itu pers terbagi
menjadi dua golongan yaitu:
§
Pers
yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu dan Belanda yang dinamakan
Pers Nica (Belanda).
§ Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang
Indonesia atau disebut Pers Republik.
Kedua golongan pers ini
sangat berlawanan. Pers Republik yang disuarakan kaum Republik berisi semangat
mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan sekutu. Pers Nica
berusaha mempengaruhi rakyat agar menerima kembali Belanda.
5. Era pers partisan
Era ini berlangsung dari
1945-1957. Setelah terkena euphoria kemerdekaan terjadilah persaingan keras
antara kekuatan politik sehingga pers Indonesia mengalami perubahan sifat dari
pers perjuangan menjadi pers partisan. Pers pada era ini sekedar menjadi corong
partai politik.
Ada tiga jenis suratkabar
dalam era ini yakni, surat kabar republikein yang mengobarkan aksi kemerdekaan
dan semangat anti Jepang, surat kabar belanda, dan surat kabar Cina.
6.
Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957 -
1965)
Lebih kurang 10 hari
setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan tekanan
pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat
kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang
Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam
menyambut HUT Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan
individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan
kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh
penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan negara,
kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan
kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa
“langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah,
dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam
usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai
mengenakan sanksi - sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi
kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari
Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua
kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber
wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
7. Pers diera
demokrasi Pancasila dan Orde lama
Awal masa kepemimpinan
pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi
terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat semua tokoh
bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah istilah pers
Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat
menekankan pentingnya pemahaman tentang pers pancasila. Dalam rumusan Sidang
Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila adalah pers Indonesia
dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkab lakunya didasarkan
nilai-nilai pancasila dan UUD’45 Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat,
yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai
penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan
control social yang konstruktif.
Masa “bulan madu” antara
pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Pers
(UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor dan pembredelan,
serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers
yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini
hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa
Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back
(kembali seperti zaman Orde Lama).
8.
Pers dimasa Transisi (sebelum Reformasi)
Era ini terjadi pada akhir
tahun 1980 an dimana situasi politik mulai berubah. Faktor yang melatarblekangi
perubahan ini antara lain adalah kaenyataan bahwa Soeharto akan mencapai usia
70 tahun dalam 1991 sehingga muncul perkiraan bahwa perubahan di rezim orde
baru hanya soal waktu. Namun tak ada yang berubah dalam kebijakan pers karean
lembaga SIUPP yang mengontrol pers dengan ketat tidak dihapus.
Pers dimata negara memiliki
peranan sebagai pendorong kesatuan nasional dan pembangunan sambil menrapkan
system perijinan. Pemerintah juga tidak menjamin dengn tegas kebebasan pers di
Indoensia, hal ini terbukti dengan kontrol ketat pemerintah dengan mendirikan
dewan pers dan PWI, selain itu pemerintah juga ikut campur tangan dalam
keredaksian.
Dalam pemerintahan Orde
Baru ini setidaknya ada tiga macam cara yang digunakan wartawan untuk
menghindari peringatan dan atau pembredeilan dari pemrintah, yakni eufimisme,
jurnalisme rekaman dan journalism eamplop.
Teknik eufeumisme adalah
teknik mengungkapkan fakta secara tersirat bukan tersurat. Penggunaan kata-kata
ini adalah upaya meringankan akibat politik dari suatu pemberitaan.. Fakta
dalam sebuah berita berbahaya senantiasa ditup oleh pers dengan ungkapan yang
sopan.
Jurnalisme rekaman adalah
budaya wartawan untuk mentranskrip setepat-tepatnya apa yang dikatakan sumber
berita dan tidak mengertikannya sendiri. Budaya ini tentu saja membuat wartwan
Indonesia semakin malas.
Jurnalisme amplop adalah
budaya pemberian amplop bagi wartawan oleh sumber berita. Meskipun pemberian
ini dikecam dan berusah dihindari namun pada prakteknya tetap saja terjadi.
Pada masa orde baru ini juga diketemukan
adanya monopoli media massa oleh keluraga para pejabat. Hal ini tentu saja
membuat sudut pandang pemberitaan yang hampir sama dan sangat berhati-hati
karena takut menyinggung pemilik saham.
Pada awal tahun 1990-an
pemerintah mulai bersikap terbuka, begitupun dengan pers meskipun tetap harus
bersikap hati-hati. Keterbukaan ini merupakan pengaruh dari perubahan situasi
politik di Indonesia dan juga tuntutan pembaca kelas menengah yang jumlahnya
semkain banyak di Indonesia.
Pada 21 Juni 1994
pemerintah Indonesia membredel tiga mingguan terkemuka yaitu Tempo, Ediotr dan
Detik. Ada tiga teori tentang pembreidelan tersebut yakni teori permusuhan
Habibie-Tempo, dalam kasus ini Tempo memberitakan rencana produksi pesawat
terbang dan pembelian bekas kapal perang yang mengkritik habibie, teori intrik
politik yang berspekulasi bahwa ketiga penerbitan itu bekerjasam dengan Benni
Moerani dan pengikutnya di ABRI untuk menjatuhkan dan menyingkirkan Habibie dan
teori Intimiasi yang berspekulasi bahwa kepemimpinan nasional ingin
memperlambat laju perubahan masayrakat dan media yang semkain bergerak menuju
kebebasan yang lebih lebar. Pembreidelan ini mengakibatkan terjadinya protes
dan demo di kalangan wartawan Indonesia.
Sebagai penyelesaian kasus
pembreidelan ini menteri penerangan mengelurakan dua izin penrbitan baru untuk
menmpung wartawan yang kehilangan pekerjaannya yakni mingguan Gtra untuk ex-Tempo
dan Tiras untuk wartawan eks Editor.
Pasca pembreidelan inilah
yang merupakan titik balik kondisi pers Indonesia karena wartawan-wartawannya
mulai cenderung memberontak pada pemerintah meskipun dengan cara yang
berbeda-beda. Meski demikian SIUPP tetap merupakan ganjalan terbesar dalam
kehidupan pers Indonesia saat itu.
9.
Pers di masa pasca Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998
orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke
semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim orde lama
dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak
berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat
izin terbit.
Sejak masa reformasi tahun
1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan
alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia.
Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran,
majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers,
karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang
sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers
(UUPP).
Dalam Undang-Undang ini,
dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara
(pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat
ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat
2.
Pada masa reformasi,
Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional melaksanakan peranan
sebagai berikut:
§
Memenuhi
hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
§ Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong
terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinekaan.
§ Mengembangkan pendapat umum berdasar
informasi yang tepat, akurat, dan benar.
§ Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan
saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
§ Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak
menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan
dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi di pengadilan.
D. Televisi
1).
Sejarah Televisi
Televisi,
merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang diketemukan dengan
karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama teknologi
pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari Jeman yang dilakukannya pada
tahun 1884. Ia menemukan sebuh alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow
atau Nipkow Sheibe. Penemuannya tersebut melahirkan electrische teleskop atau
televisi elektris.
Perkembangan
teknologi pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak
siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antra satu negara dengan
negara lainnya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarkan signal
televisi. Inilah yang disebut sebagai globalisasi di bidang informasi.
Peristiwa yang tejadi di daratan Eropa atau Amerika atau Rusia, pada saat yang
sama dapat pula diketahui di negara-negara lain dan sebaliknya, melalui bantuan
satelit yang mampu memultipancarkan siarannya ke berbagai penjuru dunia tanpa
ada hambatan geografis yang berarti.
Di
negara-negara Eropa, Amerika dan negara maju lainnya, puluhan saluran televisi
tesedia dan dapat dipilih sekehendak hati. Mereka bersaing untuk menyajikan
acara-acaranya yang terbaik yang agar dapat ditonton oleh masyarakat. Semuanya
tentu dilandasi dengan perhitungan bisnis.
Sekalipun
sebagian besar dikelola oleh swasta komersial, tetapi beberapa diantaranya juga
merupakan stasiun televisi nonkomersial untuk kepentingan masyarakat, misalnya
tv-tv milik organisasi keagamaan, sekolah/unuversitas, komunitas maupun
pemerintah.
Saat
ini sedikitnya, terdapat 10 produk teknologi pertelevisian di dunia yang
digunakan orang sebagai media untuk menyampaikan pesan (message) atau hiburan
yaitu:
Ø
High
Definition Video System = merupakan kamera video yang dilengkapi dengan sistem
editing dan mampu merekam serta mentransfer film cerita yang langsung
disalurkan ke gedung bioskop.
Ø
Sistem
Imax = memberikan kesan seluruh penontonnya seplah-olah terlibat dalam cerita.
Film dengan layar 70 mm memiliki ratio 20,5: 30,5
Ø
Aistem
Diamon Vision = sistem yang dapat memproyeksikan video signal pada layar lebar
dengan lebar 5,4 m: 4,1 m baik untuk siaran di luar maupun di dalam ruangan.
Ø
Sistem
Teletext = merupakan surat kabar elektronik yang isinya antara lain berita,
ramalan cuaca, harga pasar serta pengumuman lain.
Ø
Sistem
Still Picture Broadcastin = untuk keperluan pendidikan
Ø
Sistem
Cable Television = sistem ini juga disebut dengan CATV (comunity Antenna
Television). Sinyal penyiarannya dilakukan secara khusus kepada para pelanggan
melalui decoder dengan m enggunakan kabel atau pancaran satelit.
Ø
Sistem
Pay Television = penyiaran melalui sentral video hanya untuk suatu tempat
(hotel, terminal, dll) dengan cara membayar setiap kali ingin menonton.
Biasanya menggunakan uang coin.
Ø
Sistem
Siaran Satelit Langsung = sistem ini disingkat DBS, yaitu dengan menggunakan
antena parabola untuk menangkap siaran tersebut.
Ø
Sistem
High Definition Television = sistem ini disingkat HDTV yaitusistem
pertelevisian terbaru temuan Jepang dengan aspect ratio 3 : 5 dan bergaris
(scanning lines)1125.
Berbagai
teknologi dalam pertelevisian tersebut memang memiliki perbedaan yang spesifik.
Namun tujuannya tetap sama yaitu untuk memberikan informasi, menghibur,
mendidik bahkan mempengaruhi khalayaknya.
2).
Program Siaran
Pada
umumnya isi program siaran di televisi maupun radio meliputi acara seperti
diterangkan brikut dengan tentunya penggunaan berbagai nama berbeda sesuai
dengan keinginan stasiun televisi masing-masing.
a).
News Reportinh (laporan berita)
b).
Talk Show
c).
Call-in Show
d).
Documentair
e).
Magazine/Tabloid
f).
Rular Program
g).
Advertising
h).
Education/Instructional
i).
Art & Culture
j).
Music
k).
Soap Operas/Sinetron/Drama
l).
TV Movies
m).
Gane Show/Kuis
n).
Comedy/Situation Comedy, dll
Di suatu negara yang
demokratis maka fungsi pers dan media massa sedikitnya dapat digolongkan
kedalam 6 hal yaitu :
1. Menyampaikan fakta (the facts) : media massa
menyediakan fasilitas arus informasi dari kedua belah pihak. Satu sisi
mencerminkan kebutuhan dan keinginan pengirim (iklan, propaganda dll) dan di
sisi lain kebutuhan dan harapan penerima (berita, laporan dll).
2. Menyajikan opini dan analisis (opinions
and analyses): pada laporan berita, reporter memasukkan opini orang-orang luar,
analisis berita dilakukan oleh staf redaktur khusus (kolom, editorial dll).
3. Melakukan investigasi (investigation) :
fungsi ini adalah yang paling sulit untuk dilakukan, tetapi jika berhasil nilai
beritanya akan sangat berbobot. Untuk melakukan ini, diperlukan kecanggihan dan
staf yang berpengalaman serta memiliki hubungan intensif dengan para ahli dan
ilmuwan yang membutuhkan waktu tahunan.
4. Hiburan (entertainment) : sajian pers
dan media massa kadang-kadang berfungsi sekaligus yaitu menghibur, mendidik dan
memberikan informasi. Tetapi kadang-kadang juga terpisah antara satu dengan
yang lainnya. Yang merepotkan adalah apabila informasi tersebut dianggap
sebagai hiburan. Atau hiburan yang mengganggu informasi.
5. Kontrol : fungsi ini bisa dimanfaatkan
oleh media kepda pemerintah dan juga sebaliknya. Ini sangat bergantung dari
sistem pers di negara yang bersangkutan.
6. Analisis kebijakan (policy analysis) :
fungsi ini merupakan kecendrungan yang kini sedang tumbuh di media Amerika (the
MacNeil / Lehrer, dll) dimana sajiannya adalahn meyoroti kebijakan yang
diterapkan pemerintah kemudian dianalisis oleh media tersebut dengan memberikan
solusi alternatif lain.
Teori
klasik tentang sistem pers di dunia menurut Fred Siebert, Theodore Peterson dan
Wilbur Schramm dalam bukunya four theories of the press menyebutkan ada
empat sistem pers, yaitu :
a. Authoritarian
b. Libertarian
c. Social Responsibility
d. Soviet Communist
Keempat konsep
kebebasan pers tersebut memang memiliki perbedaan yang sangat prinsip antara
satu dengan yang lainnya. Konsep Authoritarian misalnya, memberi asumsi bahwa
pemerintah adalah mutlak yang berarti bahwa kebijakan-kebijakannya adalah
terlalu sulit untuk dipertanyakan. Peranan media dalam masyarkat seperti ini
adalah sangat tunduk kepada pemerintah. Negara yang masih memberlakukan sistem
ini adalah pada kebanyakan negara dunia ketiga dengan sistem pemerintah yang
diktator.
Libertarian adalah sebaliknya. Dalam
sistem ini pers harus tunduk pada sistem partai yaitu komunis dimana indonesia
telah dijadikan partai terlarang sejak tehun 1965. Negara yang masih
memberlakukan sistem ini diantaranya China, Albania, Cuba dan beberapa negara
kecil lainnya di Eropa tengah.
Bagi teori Social Responsibility, berasumsi
walaupun pers punya hak untuk mengkritik pemerintah dan lembaga lain, ia juga
harus bertanggung jawab untuk memelihara demokrsi dengan menginformasikan
secara benar kepada masyarakat serta dengan memberikan tanggapan terhadap apa
yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat. Atau dengan kata lain, bahwa
teori ini lebih memberikan porsi lebih penting terhadap hak warga negara bagi
perolehan akses informasi untuk menyatakan kebebasan berpendapat.
Untuk
memperjelas konsep kebebasan tersebut, maka dioperasionalkan sebagai pers
pancasila. Pers pancasila merupakan pers yang orientasi, sikap dan tinkah
lakunya berdasarkan pada nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat yakni pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang
benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang
konstruktif.
3).
Reporter
Reporter
adalah sebutan bagi salah satu profesi yang digunakan dalam bisnis media massa.
Sebutan ini di Indonesia lebih dispesifikasikan untuk radio dan televisi.
Sedangkan bagi media massa cetak cendrung menggunakan sebutan wartawan.
Kedua-duanya dapat saja dipakai, karena ruang lingkup tugasnya secara umum
adalah sama. Kadang-kadang orang juga menyebut kedudukan tersebut sebagai
koresponden.
Sebenarnya sebutan
koresponden memiliki sedikit perbedaan dengan reporter atau wartawan.
Perbedaannya, sebutan koresponden biasanya hanya diberikan kepada para reporter
yang ditugaskan secara permanen di luar kota baik di dalam suatu negara yang
sama atau di luar negeri. Sedangkan sebutan reporter diberikan kepada mereka
yang berada di kota tempat stasiun televisi yang bersangkutan beroperasi. Ia
tetap saja disebut reporter walaupun suatu saat ditugaskan keluar kota atau
bahkan keluar negeri.
Pengetahuan tentang jurnalistik
siaran (broadcast journalsm) sangat perlu dipelajari untuk seseorang
yang akan menggeluti propesi sebagai reporter/wartawan. Tujuannya agar mereka
memiliki kemampuan, baik teknis maupun nonteknis dalam menyajikan berita yang
diliputnya. Tentu saja hal ini agar laporannya menjadi menarik bahkan dapat
dijadikan sebagai sumber informasi oleh para penontonnya. Tentu faktor-faktor
yang menyangkut aktualitas merupakan hal pokok yang tidak akan dikesampingkan
begitu saja.
Di dalam medium televisi, faktor
teknis harus dapat diketahui secara pasti oleh para reporter misalnya hal-hal
yang berkaitan dengan On / Off Camera Technique, Voice Over dll. Secara umum
tahapan produksi yang terdiri atas Pre-Production, Production, dan
Post-Production juga harus dapat dipahami.
Kelompok yang termasuk di dalam
bahasan jurnalistik siaran (broadcast journalism) adalah sebagai berikut :
A
– News/Berita (straight, investigative)
B
– News Interview/Wawancara Berita
C
– Feature/Human Interest
D
– Magazine/Tabloid
E
– Ulasan/Editorial
F
– Live Reporting/Siaran Lngsung/Siaran Pandangan Mata
Keenam jenis
dalam kelompok reporting tersebut memiliki perbedaan baik dalam format penyajian maupun teknik
penulisannya. Sekalipun demikian, kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu
memberikan informasi baik untuk tujuan menghibur, mendidik maupun mempengaruhi.
E.
Radio
Jurnalistik radio (radio journalism, broadcast journalism) adalah proses produksi
berita dan penyebarluasannya melalui media radio siaran.
Jurnalistik radio adalah “bercerita” (storytelling), yakni menceritakan atau menuturkan sebuah
peristiwa atau masalah, dengan gaya percakapan (conversational).
Ø
Karakteristik
Auditif. untuk didengarkan, untuk telinga,
untuk dibacakan atau disuarakan. Spoken Language.
Menggunakan bahasa tutur atau kata-kata yang biasa diucapkan dalam obrolan sehari-hari
(spoken words). Kata-kata yang
dipilih mesti sama dengan kosakata pendengar biar langsung dimengerti.
Sekilas. Tidak bisa diulang. Karenanya harus
jelas, sederhana, dan sekali ucap langsung dimengerti.
Global. Tidak detail,
tidak rumit. Angka-angka dibulatkan, fakta-fakta diringkaskan.
Ø
Prinsip Penulisan
ELF – Easy Listening Formula. Susunan kalimat yang jika diucapkan enak
didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.
KISS – Keep It Simple and Short. Hemat kata,
tidak mengumbar kata. Menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tidak rumit.
Gunakan sesedikit mungkin kata sifat dan anak kalimat (adjectives). WTYT – Write The Way You Talk. Tuliskan
sebagaimana diucapkan. Menulis untuk “disuarakan”, bukan untuk dibaca.
Satu Kalimat Satu
Nafas. Upayakan tidak ada anak kalimat. Sedapat mungkin tiap kalimat bisa
disampaikan dalam satu nafas.
Ø
Elemen Pemberitaan
News Gathering
– pengumpulan bahan berita atau peliputan. Teknik reportase:
wawancara, studi literatur, pengamatan langsung. News Production
– penyusunan naskah, penentuan “kutipan wawancara” (sound bite),
backsound, efek suara, dll. News Presentation – penyajian berita. News Order – urutan berita.
Ø Teknik Penulisan: Pemilihan Kata
Spoken Words. Pilih kata-kata yang biasa
diucapkan sehari-hari (spoken words),
e.g. jam empat sore (16.00 WIB), 15-ribu rupiah (Rp 15.000), dll.
Sign-Posting. Sebutkan jabatan, gelar, atau
keterangan sebelum nama orang. Atribusi/predikat selalu mendahului nama, e.g.
Ketua DPR –Agung Laksono— mengatakan… Stay away from quotes.
Jangan gunakan kutipan langsung. Ubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak
langsung, e.g. Ia mengatakan siap memimpin demo (”Saya siap memimpin demo,”
katanya). Avoid abbreviation. Hindari singkatan atau
akronim, tanpa menjelaskan kepanjangannya lebih dulu, e.g. Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas Islam Negeri –BEM UIN—Bandung menggelar… (Ketua BEM UIN
Bandung –Fulan—mengatakan…). Subtle repetition.
Ulangi secara halus fakta-fakta penting seperti pelaku atau nama untuk
memudahkan pendengar memahami dan mengikuti alur cerita, e.g. Presiden Soesilo
Bambang Yudhoyono mengatakan… Menurut Presiden…. Kepala Negara juga
menegaskan….
Present Tense. Gunakan perspektif hari ini.
Untuk unsur waktu gunakan kata-kata “kemarin”, “hari ini”, “besok”, “lusa”, bukan
nama-nama hari (Senin s.d. Minggu). Mahasiswa UIN Bandung melakukan aksi demo
hari ini… Besok mereka akan melanjutkan aksi protesnya…
Angka. Satu angka (1-9) ditulis pengucapannya.
Angka 1 ditulis “satu” dst. Lebih dari satu angka, ditulis angkanya. Angka 25
atau 345 jangan ditulis: duapuluh lima, tigaratus empatpuluh lima. Angka
ratusan, ribuan, jutaan, dan milyaran, sebaiknya jangan gunakan nol, tapi
ditulis: lima ratus, depalan ribu, 15-juta, 145-milyar.
Mata uang. Ditulis pengucapannya di belakang angka,
e.g. 600-ribu rupiah (Rp 600.000), 500-ribu dolar Amerika Serikat (US$ 50.000)
Ø Produk Jurnalistik Radio
Copy – Berita pendek, durasi 15-20 detik.
Biasanya berita penting, harus cepat diberitakan, disampaikan di sela-sela
siaran (breaking news) atau program
reguler insert berita (news insert)
tiap menit 00 tiap jam misalnya. Berupa Straight News.
Voicer – Laporan Reporter. Terdiri dari
pengantar (cue) penyiar di studio dan laporan reporter di tempat kejadian,
termasuk sound bite dan/atau live interview.
Paket. Panjangnya 2-8 menit. Isinya paduan
naskah berita, petikan wawancara (soundbite).
Feature. Durasi 10-30
menit. Paduan antara berita, wawancara, ulasan redaksi, musik pendukung, dan
rekaman suasana (wildtracking).
Membahas tema tertentu yang mengandung unsurhuman interest. Bisa pula berupa dokumenter (documentary).
Vox Pop. Singkatan dari vox populi (suara
rakyat). Berisi rekaman suara opini masyarakat awam tentang suatu masalah atau
peristiwa.
Cue: Menjelang Pemilu 2009,
sedikitnya sudah 54 partai politik mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan
HAM, guna diverifikasi sehingga bisa ikut Pemilu. Bagaimana tanggapan
masyarakat tentang banyaknya parpol tersebut, berikut ini petikan wawancara
kami dengan beberapa warga masyarakat:
Sound Bite : 1. “Bagus lah, biar
banyak pilihan…” 2. “Saya sih mau golpu aja, gak ada partai yang bagus sih
menurut saya mah…” 3. “Saya akan setia pada parpol pilihan saya, tidak akan
kepengaruh oleh parpol baru, belum tentu lebih bagus ka…” dst.
Ø
New Program
Buletin (Paket berita) – Berisi rangkaian
berita-berita terkini (copy, straight
news) –bidang ekonomi, politik, sosial, olahraga, dan sebagainya; lokal,
regional, nasional, ataupun internasional. Durasi 30 menit atau lebih.Durasi
bisa lebih lama jika diselingi lagu dan “basa-basi” siaran seperti biasa.
News Insert – insert berita.Berisi info aktual
berupa Straight Newsatau Voicer. Durasi 2-5 menit
bergantung panjang-pendek dan banyak-tidaknya berita yang disajikan. Biasanya
disajikan setiap jam tertentu. Bisa berupa breaking news, disampaikan penyiar secara khusus di sela-sela
siaran non-berita.
Majalah Udara — Berisi straight news,
wawancara, dialog interaktif, feature pendek, dokumenter, dan sebagainya.
Talkshow – Dialog interaktif atau wawancara
langsung (live interview) di
studio dengan narasumber, atau melalui telepon
F. UNDANG-UNDANG TENTANG PERS
BAB
1
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam undang-undang
ini, yang dimaksud dengan :
1.
Pers
adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedian
2.
Perusahaan
pers adalah badan hukum indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi
perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi.
3.
Kantor
berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau
media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4.
Wartawan
adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5.
Organisasi
pers adalah organisasi wartawan dan organisasi pers.
6.
Pers
nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers indonesia.
7.
Pers
asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing.
8.
Penyensoran
adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang
akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang
bersifat mengancam dari oihak manapun dan atau kewajiban melapor, serta
memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9.
Pembredelon
atau pelanggaran penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau
penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10.
Hak
tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama
dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11.
Hak
jawab adalah hak seseorang atau lelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12.
Hak
koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tantang dirinya maupun orang lain.
13.
Kewajiban
koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi,
data, fakta, pini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh
pers yang bersangkutan.
14.
Kode
etik jurnalistik adalah himpunan atika profesi kewartawanan.
BAB
II
ASAS,
FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
Pasal
2
Kemerdekaan pers adalah
salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal
3
(1)
Per
nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial.
(2)
Disamping
fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi.
Pasal
4
(1)
Kemerdekaan
pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2)
Terhadap
pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan
penyiaran.
(3)
Untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4)
Dalam
mempertanggungjwabkan pemberitaan didepan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Pasal
5
(1)
Pers
nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak
bersalah.
(2)
Pers
wajib melayani hakmjawab.
(3)
Pers
wajib melayani hak koreksi.
Pasal
6
Pers
nasional melaksanakan peranan sebagai berikut :
a.
Memenuhi
hak masyarakat untuk mengetahui;
b.
Menegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
c.
Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d.
Melakukan
pengawasan, kririk, koreksi, dan sarana terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum;
e.
Memperjuangkan
keadilan dan kebenaran.
BAB
III
WARTAWAN
Pasal 7
(1)
Wartawan
bebas memilih organisasi wartawan.
(2)
Wartawan
memiliki dan menaati kode etik jurnalistik.
Pasal
8
Dalam melaksanakan
profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB
IV
PERUSAHAAN
PERS
Pasal
9
(1)
Setiap
warganegara indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
(2)
Setiap
perusahaan pers harus membentuk badan hukum indonesia.
Pasal
10
Perusahaan
pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk
kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya.
Pasal
11
Penambahan
modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal
12
Perusahaan
pers wajib mengumumkan nama, alam dan penanggung jawab secara terbuka melalui
media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat
percetakan.
Pasal
13
Perusahaan
pers dilarang memuat iklan:
a.
Yang
berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup
antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b.
Minuman
keras, narkotika, psikotropka, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undanganyang berlaku;
c.
Peragaan
wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal
14
Untuk
mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warganegara
indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB
V
DEWAN
PERS
Pasal
15
(1)
Dalam
upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional,
dibentuk dewan pers yang independen.
(2)
Dewan
pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a.
Melindungi
kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
b.
Melakukan
pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
c.
Menetapkan
dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.
d.
Memberikan
pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
e.
Mengembangkan
komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
f.
Memfasilitsi
organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidaang pers
dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
g.
Mendata
perusahaan pers.
(3)
Anggota
dewan pers terdiri dari:
a.
Wartawan
yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b.
Pimpinan
perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers.
c.
Tokoh
masyarakat, ahli dibidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang
dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers
(4)
Ketua
dan wakil ketua dewan pers dipilih dari dan oleh anggota.
(5)
Keanggotaan
dewan pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan
keputusan presiden.
(6)
Keanggotaan
dewan pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih
kembali untuk satu periode berikutnya.
(7)
Sumber
pembiayaan dewan pers berasal dari:
a.
Organisasi
pers;
b.
Perusahaan
pers;
c.
Bantuan
dari negara dan bantuan lain tidak mengikat.
BAB
VI
PERS
ASING
Pasal
16
Peredaran
pers asing dan pendirian perwakiln perusahaan pers asing di indonesia
disesuaikaan dengan ketentuan peraturan perundang-undngan yang berlaku.
BAB
VII
PERAN
SERTA MASYARAKAT
Pasal
17
(1)
Masyarakat
dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak
memperoleh informasi yang diperlukan.
(2)
Kegiatan
sebagai mana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a.
Membantu
dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan
teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers.
b.
Menyampaikan
usulan dan saran kepada dewan pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan
kualitas pers nasional.
BAB
VIII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
18
(1)
Setiap
orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakuakan tindakan
yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat
(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp500.ooo.ooo,oo (lima ratus juta rupiah)
(2)
Perusahaan
pers yang melanggar ketentuan oasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta pasal 13
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
(3)
Perusahaan
pers yang melanggar ketentuan psal 9 ayat (2) dan pasal 12 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp. 100.ooo.ooo,oo
(seratus juta rupiah).
BAB
IX
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
19
(1)
Dengan
berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers
yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap
mejalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan
yang baru berdasarkan undang-undang ini.
(2)
Perusahaan
pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib
menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya undang-undang ini.
BAB
X
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
20
Pada saat undang-undang
ini mulai berlaku:
1. undang-undang
nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers (lembaran negara
tahun 1966 nomor 40, tambahan lembaran negra nomor 2815) yang telah diubah
terakhir dengan undang-undang nomor 21 tahun 1982 tentang perubahan atas
undang-undang nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers
sebagimana telah diubah dengan undang-undang nomor 4 tahun 1967 (lembaran
negara tahun 1982 nomor 52, tambahan lembaran negara nomor 3235);
2. undang-undang nomor
4 PNPS tahun 1963 tentang pengamanan terhadap terhadap barang-barang cetakan
yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum (lembaran negara tahun 1963 nomor
23, tambahan lembaran negara nomor 2533), pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut
ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian,
majalah-majalah,dan penerbitan-penerbitan berkala, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
21
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran negara
republik indonesia.
DAFTAR
BACAAN:
Hikmat
Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik
teori dan Praktek, 2007: PT. REMAJA ROSDAKARYA.
Deddy
Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi, 2006:
PT. REMAJA ROSDAKARYA.
INTERNET:
0 comments:
Posting Komentar