gambar

Rabu, 24 April 2013

PERKEMBANGAN PERS, TELKEJURNALISTIKANEVISI, RADIO DAN UNDANG-UNDANG

Posted by Unknown on 17.14


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan.
           Bedasarkan uraian diatas, ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi maupaun internet. Buku ini menggunakan istilah tersebut dalam arti sempit maupun luas tergantung dari konteksnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan pers?
2.      Bagaimana sejarah pers di Indonesia?
3.      Bagaimana perkembangan pers di Indonesia?
4.      Apakah Jurnalistik televisi?
5.      Apakah jurnalistik radio?
6.      Bagaimana dengan undang-undang pers, apa saja yang terkandung dalam undang-undang tersebut?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui arti dari pers sendiri.
2.      Untuk mengetahui bagaimana kronologi sejarah pers di Indonesia sendiri.
3.      Untuk mengetahui tentang perkembangan pers di Indonesia.
4.      Mengetahui tentang apakah jurnalistik televisi itu.
5.      Mengetahui tentang apakah jurnalistik radio itu.
6.      Mengetahui seperti apa undang-undang per situ sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Pers                                                                                                                                                                                         
                  Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak.
           Bedasarkan uraian diatas, ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi maupaun internet. Buku ini menggunakan istilah tersebut dalam arti sempit maupun luas tergantung dari konteksnya.
B.     Sejarah Pers
1.      Sejarah Pers di Indonesia
Sejarah Pers Kolonial
Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa kolonial/penjajahan. Pers kolonial meliputi surat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda.
Sejarah Pers China
Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. Pers Cina meliputi koran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina.
Sejarah Pers Nasional
Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional
2.      Perkembangan Pers Nasional 
Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang
1. Zaman Belanda
Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita- berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland.
Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland. Surat- surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu diantaranya adalah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar, Selompret Melayudan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo.
2. Zaman Jepang
Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei.
Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.

C.     Falsafah Pers                                                                                                                                                                                          
Seperti juga negara yang memiliki falsafah, pers pun memiliki falsafahnya sendiri. Falsafah atau dalam bahasa inggris philosophy salah satu artinya adalah tata nilai atau prinsip-prinsip untuk dijadikan pedoman dalam menangani urusan-urusan praktis.
Dalam membicarakan falsafah pers, terdapat sebuah buku klasik mengenai hal ini, yaitu four theories of the press (empat teori tentang pers) yang ditulis Siebert bersama Peterson dan Sehramm dan diterbitkan oleh  Universitas Illinois pada tahun 1956[1]. Dari karya ini, pada tahun 1980 muncul “teori” baru tentang tanggungjawab sosial dalam komunikasi massa yang dipelopori oleh Rivert, Schramm dan Christian dalam buku mereka berjudul Responsibility in Mass Communication.2
Teori pertama dalam four theories of the press, yakni, Authoritarian theory (teori pers otoriter), yang diakui sebagai teori pers paling tua, berasal dari abad ke-16. Ia berasal dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolut. Penetapan tentang hal-hal “yang benar” dipercayakan hanya kepada aegelincir “orang bijaksana” yang mampu memimpin. Jadi, pada dasarnya, pendekatan dilakukan dari atas kebawah. Pers harus mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi kepada negara. Para penerbit diawasi melalui paten-paten, izin-izin terbit, dan sensor. “Konsep ini menetapkan pola asli bagi sebagian besar sistem-sistem pers nasional dunia, dan masih bertahan sampai sekarang”, tulis Sibert  dkk.
Dua teori lainnya, yaitu Social Responsibility Theory (teori pers bertanggung jawab sosial) dan Soviet Communist Theoryteori pers komunitas soviet) dipandang sebagai modifikasi yang diturunkan dari kedua teori di atas tadi. Social Responsibility Theori atau Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial dijabarkan berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip teori pers libertarian terlalu menyederhanakan persoalan. Dalam pers libertarian, para pemilik dan para operator perslah yang terutama menentukan fakta-fakta apa saja yang boleh disiarkan kepada publik dan dalam versi apa. Teori pers libertarian tidak berhasil memahami masalah-masalah seperti proses kebebasan internal pers dan proses konsentrasi pers. Teori pers bertanggung jawab sosial yang ingin mengatasi kontradiksi antara kebebasan media massa dan tanggung jawab sosialnya ini diformulasikan secara jelas sekali pada tahun 1949 dalam laporan “Commission on the Freedom of the Pess” yang diketuai oleh Robert Hutchins.
Komisi yang selanjutnya tekenal dengan sebutan Hutchins Commission ini mengajukan 5 prasyarat sebagai syrat bagi pers yang bertanggungjawab kepada masyarakat. Lima prasyratan tersebut adalah:3
1.      Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna. (media harus akurat; mereka tidak boleh berbohonh, harus memisahkan antara fakta dan opini, harus melaporkan dengan cara yang memberikan arti secara internasional, dan harus lebih dalam lagi dari sekadar menyajikan fakta-fakta dan harus melaporkan kebenaran).
2.      Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. (media harus menjadi sarana umum; harus memuat gagasan-gagasan yang bertentangan dengan gagasan-gagasan mereka sendiri, “sebagai dasar pelaporan yang objektif”; semua “pandangan dan kepentingan yang penting” dalam masyarakat harus diwakili; media harus mengidentifikasi sumber informasi mereka karena hal ini “perlu bagi sebuah masyarakat yang bebas”.
3.      Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat. (ketika gambaran-gambaran yang disajikan media gagal menyajikan suatu kelompok sosial dengan benar, maka pendapat disesatkan; kebenaran tentang kelompok mana pun harus benar-banar mewakili; ia harus mencangkup nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi kelompok, tetapi ia tidak boleh mengecualikan kelemahan-kelemahan dan sifat-sifat buruk kelompok).
4.      Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyrakat (media adalah instrumen pedidikan, mereka harus memikul suatu tanggungjawab untuk menyatakan dan menjelaskan cita-cita yang diperjuangkan oleh masyarakat).
5.      Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi-informasi yang tersembunyi pada suatu saat. (ada kebutuhan untuk “pendistribusian berita dan opini secara luas”.)
Teori pers bertanggung jawab sosial ini merespon pendapat bahwa orang dengan sia-sia mengharapkan adanya pasar media yang mengatur sendiri dan mengontrol sendiri sebagai mana digemborkan oleh pendukung teori pers libertarian. Dalam pers libertarian, fungsi ganda media massa yang dimiliki oleh perusahaan swasta, yaitu untuk mencari untung dan melayani para pengiklan mereka versus melayani publik hanya dipenuhi secara sepihak. Sebagaimana biasanya, publik hanya menerima bagian yang paling merugikan dari tawar-menawar tersebut, sehingga Lazarfeld dan Merton dalam sebuah tulisan mereka4  menyatakan, “perusahaan besar membiayai produksi dan distribusi media massa. Dan, diatas segala-galanya, dia yang menanggung biaya dialah yang menentukan semuanya.”
          Teori pers bertanggung jawab sosial ini relatif merupakan teori baru dalam kehidupan pers di dunia, dan tidak seperti teori pers bebas libertarian, teori ini memungkinkan dimilikinya tanggungjawab oleh pers. Dengan teori ini juga pers memberikan banyak informasi dan menghimpun segala gagasan atau wacana dari segala tingkatan kecerdasan.
        Teori yang keempat, yaitu The Soviet Communist theory atau teori pers komunis soviet baru tumbuh dua tahun setelah Revolusi Oktober 1917 di Rusia dan berakar pada teori pers penguasa atau authoritariantheory.
        Selain empat teori tentang pers yang dibahas diatas tadi, kami juga ingin menyinggung serba sedikit dua teori lainnya dari Denis McQuail. Dalam tulisannya “Uncertainty about the Audience and the Organization of Mass Communications”, McQuail telah menambahkan dua teori lagi disamping keempat teori pers diatas: teori pers pembangunan dan teori pers partisipan demokratik. Unsur normatif yang esensial dari teori pers  pembangunan yang muncul adalah bahwa pers harus digunakan secara positif dalam [embangunan nasional, untuk otonomi dan identitas kebudayaan nasional.
Prinsip-prinsip yang ditetapkan sebagai dalil adalah:          
 a). Pers harus menerima dan melaksanakan tugas-tugas pembangunan yang positif                                                                                                                                                   sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan secara nasional.
b). Kebebasan pers harus terbuka bagi pembatasan sesuai dengan (1) prioritas-prioritas ekonomi dan (2) kebutuhan-kebutuhan pembangunan bgi masyarakat.
c). Pers harus memberikan prioritas dalam isinya kepada budaya dan bahasa nasional (dalam konteks ini McQuail kurang melihat masalah kolonialisme internal, yakni menghancurkan budaya-budaya dan bahasa-bahasa lokal dan regional).
d). Pers harus memberikan prioritas dalam berita dan informasi untuk menghubungkannya dengan negara-negara berkembang lain yang berdekatan secara geografis, secara budaya atau secara politis.
e). Para wartawan dan para pekerja pers lainnya mempunyai tanggungjawab maupun kebebasan dalam tugas menghimpun dan menyebarkan informasi mereka.
f). Demi kepentingan tujuan pembangunan, negara mempunyai hak untuk ikut campur dalam, atau membatasi, operasi-operasi media pers, serta menyelenggarakan sensor, pemberian subsidi dan kontrol langsung dapat dibenarkan.
         Tetang teori yang keenam, yaitu teori pers partisipan demokratik, McQuail dalam bukunya Mass Communication theory, mengatakan bahwa teori ini lahir dalam masyarakat liberal yang sudah maju. Ia lahir sebagai “reaksi atas komersialisasi dan monopolisasi media yng dimiliki swasta dan sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi institusi-institusi siaran publik, yang timbul dari tuntutan norma tanggungjawab sosial,” ia melihat organisasi-organisasi siaran publik khususnya sebagai terlalu paternalistik, terlalu elitis, terlalu dekat kepada kekuasaan, terlalu responsif terhdap tekanan-tekanan politis dan ekonomi, terlalu monolitik, terlalu dipropesionalkan. Teori ini juga mencerminkan kekecewaan terhadap  partai-partai politik yang mapan dan terhadap sistem demokrasi perwakilan yang nampak menjadi tercabut dari akar rumput asalnya. Inti dari teori partisipan demokratik terletak pada kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan dan aspirasi-aspirasi pihak penerimaan pesan komunikasi dalam masyarakat politis. Teori ini menyukai keserbaragaman, skala kecil, lokalitas, de-institusionalisasi, kesederajatan dalam masyarakat, dan interaksi.

D.    Perkembangan Pers
Perkembangan pers di Indonesia tak dapat dipungkiri, bahwa pers sangat berpengaruh
terhadap bangsa ini, mulai dari kemerdekaan, pengakuan kedaulatan, sampai kini msa reformasi, semuanya dipengaruhi ole pers. maka tak heran jika dunia Pers memegang peranan penting dalam perjalanan bangsa ini.
Perkembangan Pers di indonesia pun bisa dibilang sebagai salah satu perkembangan pers paling kompleks, kenapa? karena perkembangan Pers di Indonesia terbagi menjadi beberapa periode, dimana setiap periodenya mewakili satu masa atau era.
1.      Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad 19)
Era kolonial memiliki batasan hingga akhir abad 19. Pada mulanya pemerintahan kolonial Belanda menerbitkan surat kabar berbahsa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah.
Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.
2.      Pers di masa pergerakan (1908 - 1942)
Setelah muncul pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat itu merupakan “terompet” dari organisasi pergerakan orang Indonesia. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa. Contoh harian yang terbit pada masa pergerakan, antara lain:
§  Harian Sedio Tomo sebagai kelanjutan harian Budi Utomo terbit di Yogyakarta didirikan bulan Juni 1920.
§  Harian Darmo Kondo terbit di Solo dipimpin Sudarya Cokrosisworo.
§  Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya dipimpin HOS Cokroaminoto.
§  Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta dipimpin Haji Agus Salim.
§  Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung dipimpin Ir. Soekarno.
§  Majalah berkala Daulah Rakyat dipimpin Mocb. Hatta dan Sutan Syahrir.
Hingga menjelang berakhirnya masa kekuasaan kolonial, terdapat 33 suratkabar dan majalah berbahasa Indonesia dengan tiras keseluruhan sekitar 47.000 eksemplar.
Dalam era ini juga tercatat bahwa 27 surat kabar kaum nasionalis dibreidel pemerintah pada tahun 1936 karena adanya ordonansi pers untuk membatasi kebangkitan gerakan nasionalis.
3.       Pers dimasa Penjajahan Jepang (1942 - 1945)
Era ini berlangsung dari 1942 hingga 1945, yakni selama penjajahan Jepang. Selam periode ini situasi politik Indonesia mengalami perubahan yang radikal. Dalam era ini juga pers Indonesia belajar tentang kemapuan media massa sebagi alat mobilisasi massa untuk tujuan tertentu. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Dalam masa ini surat kabar berbahasa Belanda diberangus dan beberapa surat kabar baru diterbitkan meskipun dikontrol ketata oleh Jepang. Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara.
Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu:
§  Asia Raya di Jakarta
§  Sinar Baru di Semarang
§  Suara Asia di Surabaya
§  Tjahaya di Bandung

Pers nasional masa pendudukan Jepang mengalami penderitaan dan pengekangan lebih dari zaman Belanda, Namun begitu, hal ini justru memberikan banyak keuntungan bagi pers Indonesia, diantaranay adalah Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah, Adanya pengajaran bagi rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber resmi Jepang, serta meluasnya penggunaan bahasa Indonesia.
4.      Pers dimasa revolusi fisik (1945 - 1949)
Periode ini antara tahun 1945 sampai 1949 saat itu bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki sehingga terjadi perang mempertahankan kemerdekaan. Saat itu pers terbagi menjadi dua golongan yaitu:
§  Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu dan Belanda yang dinamakan Pers Nica (Belanda).
§  Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang Indonesia atau disebut Pers Republik.
Kedua golongan pers ini sangat berlawanan. Pers Republik yang disuarakan kaum Republik berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan sekutu. Pers Nica berusaha mempengaruhi rakyat agar menerima kembali Belanda.
5.      Era pers partisan
Era ini berlangsung dari 1945-1957. Setelah terkena euphoria kemerdekaan terjadilah persaingan keras antara kekuatan politik sehingga pers Indonesia mengalami perubahan sifat dari pers perjuangan menjadi pers partisan. Pers pada era ini sekedar menjadi corong partai politik.
Ada tiga jenis suratkabar dalam era ini yakni, surat kabar republikein yang mengobarkan aksi kemerdekaan dan semangat anti Jepang, surat kabar belanda, dan surat kabar Cina.  
6.      Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957 - 1965)
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi - sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
7.      Pers diera demokrasi Pancasila dan Orde lama
Awal masa kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat semua tokoh bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers pancasila. Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkab lakunya didasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD’45 Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan control social yang konstruktif.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde Lama).  
8.      Pers dimasa Transisi (sebelum       Reformasi)
Era ini terjadi pada akhir tahun 1980 an dimana situasi politik mulai berubah. Faktor yang melatarblekangi perubahan ini antara lain adalah kaenyataan bahwa Soeharto akan mencapai usia 70 tahun dalam 1991 sehingga muncul perkiraan bahwa perubahan di rezim orde baru hanya soal waktu. Namun tak ada yang berubah dalam kebijakan pers karean lembaga SIUPP yang mengontrol pers dengan ketat tidak dihapus.
Pers dimata negara memiliki peranan sebagai pendorong kesatuan nasional dan pembangunan sambil menrapkan system perijinan. Pemerintah juga tidak menjamin dengn tegas kebebasan pers di Indoensia, hal ini terbukti dengan kontrol ketat pemerintah dengan mendirikan dewan pers dan PWI, selain itu pemerintah juga ikut campur tangan dalam keredaksian.
Dalam pemerintahan Orde Baru ini setidaknya ada tiga macam cara yang digunakan wartawan untuk menghindari peringatan dan atau pembredeilan dari pemrintah, yakni eufimisme, jurnalisme rekaman dan journalism eamplop.
Teknik eufeumisme adalah teknik mengungkapkan fakta secara tersirat bukan tersurat. Penggunaan kata-kata ini adalah upaya meringankan akibat politik dari suatu pemberitaan.. Fakta dalam sebuah berita berbahaya senantiasa ditup oleh pers dengan ungkapan yang sopan.
Jurnalisme rekaman adalah budaya wartawan untuk mentranskrip setepat-tepatnya apa yang dikatakan sumber berita dan tidak mengertikannya sendiri. Budaya ini tentu saja membuat wartwan Indonesia semakin malas.
Jurnalisme amplop adalah budaya pemberian amplop bagi wartawan oleh sumber berita. Meskipun pemberian ini dikecam dan berusah dihindari namun pada prakteknya tetap saja terjadi.
Pada masa orde baru ini juga diketemukan adanya monopoli media massa oleh keluraga para pejabat. Hal ini tentu saja membuat sudut pandang pemberitaan yang hampir sama dan sangat berhati-hati karena takut menyinggung pemilik saham.
Pada awal tahun 1990-an pemerintah mulai bersikap terbuka, begitupun dengan pers meskipun tetap harus bersikap hati-hati. Keterbukaan ini merupakan pengaruh dari perubahan situasi politik di Indonesia dan juga tuntutan pembaca kelas menengah yang jumlahnya semkain banyak di Indonesia.
Pada 21 Juni 1994 pemerintah Indonesia membredel tiga mingguan terkemuka yaitu Tempo, Ediotr dan Detik. Ada tiga teori tentang pembreidelan tersebut yakni teori permusuhan Habibie-Tempo, dalam kasus ini Tempo memberitakan rencana produksi pesawat terbang dan pembelian bekas kapal perang yang mengkritik habibie, teori intrik politik yang berspekulasi bahwa ketiga penerbitan itu bekerjasam dengan Benni Moerani dan pengikutnya di ABRI untuk menjatuhkan dan menyingkirkan Habibie dan teori Intimiasi yang berspekulasi bahwa kepemimpinan nasional ingin memperlambat laju perubahan masayrakat dan media yang semkain bergerak menuju kebebasan yang lebih lebar. Pembreidelan ini mengakibatkan terjadinya protes dan demo di kalangan wartawan Indonesia.
Sebagai penyelesaian kasus pembreidelan ini menteri penerangan mengelurakan dua izin penrbitan baru untuk menmpung wartawan yang kehilangan pekerjaannya yakni mingguan Gtra untuk ex-Tempo dan Tiras untuk wartawan eks Editor.
Pasca pembreidelan inilah yang merupakan titik balik kondisi pers Indonesia karena wartawan-wartawannya mulai cenderung memberontak pada pemerintah meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Meski demikian SIUPP tetap merupakan ganjalan terbesar dalam kehidupan pers Indonesia saat itu.  
9.      Pers di masa pasca Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.
Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.
Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
§  Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
§  Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
§  Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
§  Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
§  Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi di pengadilan.
D. Televisi
1). Sejarah Televisi
Televisi, merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang diketemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari Jeman yang dilakukannya pada tahun 1884. Ia menemukan sebuh alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuannya tersebut melahirkan electrische teleskop atau televisi elektris.
Perkembangan teknologi pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antra satu negara dengan negara lainnya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarkan signal televisi. Inilah yang disebut sebagai globalisasi di bidang informasi. Peristiwa yang tejadi di daratan Eropa atau Amerika atau Rusia, pada saat yang sama dapat pula diketahui di negara-negara lain dan sebaliknya, melalui bantuan satelit yang mampu memultipancarkan siarannya ke berbagai penjuru dunia tanpa ada hambatan geografis yang berarti.
Di negara-negara Eropa, Amerika dan negara maju lainnya, puluhan saluran televisi tesedia dan dapat dipilih sekehendak hati. Mereka bersaing untuk menyajikan acara-acaranya yang terbaik yang agar dapat ditonton oleh masyarakat. Semuanya tentu dilandasi dengan perhitungan bisnis.
Sekalipun sebagian besar dikelola oleh swasta komersial, tetapi beberapa diantaranya juga merupakan stasiun televisi nonkomersial untuk kepentingan masyarakat, misalnya tv-tv milik organisasi keagamaan, sekolah/unuversitas, komunitas maupun pemerintah.
Saat ini sedikitnya, terdapat 10 produk teknologi pertelevisian di dunia yang digunakan orang sebagai media untuk menyampaikan pesan (message) atau hiburan yaitu:
Ø    High Definition Video System = merupakan kamera video yang dilengkapi dengan sistem editing dan mampu merekam serta mentransfer film cerita yang langsung disalurkan ke gedung bioskop.
Ø    Sistem Imax = memberikan kesan seluruh penontonnya seplah-olah terlibat dalam cerita. Film dengan layar 70 mm memiliki ratio 20,5: 30,5
Ø    Aistem Diamon Vision = sistem yang dapat memproyeksikan video signal pada layar lebar dengan lebar 5,4 m: 4,1 m baik untuk siaran di luar maupun di  dalam ruangan.
Ø    Sistem Teletext = merupakan surat kabar elektronik yang isinya antara lain berita, ramalan cuaca, harga pasar serta pengumuman lain.
Ø    Sistem Still Picture Broadcastin = untuk keperluan pendidikan
Ø    Sistem Cable Television = sistem ini juga disebut dengan CATV (comunity Antenna Television). Sinyal penyiarannya dilakukan secara khusus kepada para pelanggan melalui decoder dengan m enggunakan kabel atau pancaran satelit.
Ø    Sistem Pay Television = penyiaran melalui sentral video hanya untuk suatu tempat (hotel, terminal, dll) dengan cara membayar setiap kali ingin menonton. Biasanya menggunakan uang coin.
Ø    Sistem Siaran Satelit Langsung = sistem ini disingkat DBS, yaitu dengan menggunakan antena parabola untuk menangkap siaran tersebut.
Ø    Sistem High Definition Television = sistem ini disingkat HDTV yaitusistem pertelevisian terbaru temuan Jepang dengan aspect ratio 3 : 5 dan bergaris (scanning lines)1125.
Berbagai teknologi dalam pertelevisian tersebut memang memiliki perbedaan yang spesifik. Namun tujuannya tetap sama yaitu untuk memberikan informasi, menghibur, mendidik bahkan mempengaruhi khalayaknya.
2). Program Siaran
Pada umumnya isi program siaran di televisi maupun radio meliputi acara seperti diterangkan brikut dengan tentunya penggunaan berbagai nama berbeda sesuai dengan keinginan stasiun televisi masing-masing.
a). News Reportinh (laporan berita)
b). Talk Show
c). Call-in Show
d). Documentair
e). Magazine/Tabloid
f). Rular Program
g). Advertising
h). Education/Instructional
i). Art & Culture
j). Music
k). Soap Operas/Sinetron/Drama
l). TV Movies
m). Gane Show/Kuis
n). Comedy/Situation Comedy, dll
Di suatu negara yang demokratis maka fungsi pers dan media massa sedikitnya dapat digolongkan kedalam 6 hal yaitu :
1.       Menyampaikan fakta (the facts) : media massa menyediakan fasilitas arus informasi dari kedua belah pihak. Satu sisi mencerminkan kebutuhan dan keinginan pengirim (iklan, propaganda dll) dan di sisi lain kebutuhan dan harapan penerima (berita, laporan dll).
2.      Menyajikan opini dan analisis (opinions and analyses): pada laporan berita, reporter memasukkan opini orang-orang luar, analisis berita dilakukan oleh staf redaktur khusus (kolom, editorial dll).
3.      Melakukan investigasi (investigation) : fungsi ini adalah yang paling sulit untuk dilakukan, tetapi jika berhasil nilai beritanya akan sangat berbobot. Untuk melakukan ini, diperlukan kecanggihan dan staf yang berpengalaman serta memiliki hubungan intensif dengan para ahli dan ilmuwan yang membutuhkan waktu tahunan.
4.      Hiburan (entertainment) : sajian pers dan media massa kadang-kadang berfungsi sekaligus yaitu menghibur, mendidik dan memberikan informasi. Tetapi kadang-kadang juga terpisah antara satu dengan yang lainnya. Yang merepotkan adalah apabila informasi tersebut dianggap sebagai hiburan. Atau hiburan yang mengganggu informasi.
5.      Kontrol : fungsi ini bisa dimanfaatkan oleh media kepda pemerintah dan juga sebaliknya. Ini sangat bergantung dari sistem pers di negara yang bersangkutan.
6.      Analisis kebijakan (policy analysis) : fungsi ini merupakan kecendrungan yang kini sedang tumbuh di media Amerika (the MacNeil / Lehrer, dll) dimana sajiannya adalahn meyoroti kebijakan yang diterapkan pemerintah kemudian dianalisis oleh media tersebut dengan memberikan solusi alternatif lain.
Teori klasik tentang sistem pers di dunia menurut Fred Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm dalam bukunya four theories of the press menyebutkan ada empat sistem pers, yaitu : 
a.       Authoritarian
b.      Libertarian
c.       Social Responsibility
d.      Soviet Communist
            Keempat konsep kebebasan pers tersebut memang memiliki perbedaan yang sangat prinsip antara satu dengan yang lainnya. Konsep Authoritarian misalnya, memberi asumsi bahwa pemerintah adalah mutlak yang berarti bahwa kebijakan-kebijakannya adalah terlalu sulit untuk dipertanyakan. Peranan media dalam masyarkat seperti ini adalah sangat tunduk kepada pemerintah. Negara yang masih memberlakukan sistem ini adalah pada kebanyakan negara dunia ketiga dengan sistem pemerintah yang diktator.
       Libertarian adalah sebaliknya. Dalam sistem ini pers harus tunduk pada sistem partai yaitu komunis dimana indonesia telah dijadikan partai terlarang sejak tehun 1965. Negara yang masih memberlakukan sistem ini diantaranya China, Albania, Cuba dan beberapa negara kecil lainnya di Eropa tengah.
             Bagi teori Social Responsibility, berasumsi walaupun pers punya hak untuk mengkritik pemerintah dan lembaga lain, ia juga harus bertanggung jawab untuk memelihara demokrsi dengan menginformasikan secara benar kepada masyarakat serta dengan memberikan tanggapan terhadap apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat. Atau dengan kata lain, bahwa teori ini lebih memberikan porsi lebih penting terhadap hak warga negara bagi perolehan akses informasi untuk menyatakan kebebasan berpendapat.
Untuk memperjelas konsep kebebasan tersebut, maka dioperasionalkan sebagai pers pancasila. Pers pancasila merupakan pers yang orientasi, sikap dan tinkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
3). Reporter
            Reporter adalah sebutan bagi salah satu profesi yang digunakan dalam bisnis media massa. Sebutan ini di Indonesia lebih dispesifikasikan untuk radio dan televisi. Sedangkan bagi media massa cetak cendrung menggunakan sebutan wartawan. Kedua-duanya dapat saja dipakai, karena ruang lingkup tugasnya secara umum adalah sama. Kadang-kadang orang juga menyebut kedudukan tersebut sebagai koresponden.
            Sebenarnya sebutan koresponden memiliki sedikit perbedaan dengan reporter atau wartawan. Perbedaannya, sebutan koresponden biasanya hanya diberikan kepada para reporter yang ditugaskan secara permanen di luar kota baik di dalam suatu negara yang sama atau di luar negeri. Sedangkan sebutan reporter diberikan kepada mereka yang berada di kota tempat stasiun televisi yang bersangkutan beroperasi. Ia tetap saja disebut reporter walaupun suatu saat ditugaskan keluar kota atau bahkan keluar negeri.
          Pengetahuan tentang jurnalistik siaran (broadcast journalsm) sangat perlu dipelajari untuk seseorang yang akan menggeluti propesi sebagai reporter/wartawan. Tujuannya agar mereka memiliki kemampuan, baik teknis maupun nonteknis dalam menyajikan berita yang diliputnya. Tentu saja hal ini agar laporannya menjadi menarik bahkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi oleh para penontonnya. Tentu faktor-faktor yang menyangkut aktualitas merupakan hal pokok yang tidak akan dikesampingkan begitu saja.
          Di dalam medium televisi, faktor teknis harus dapat diketahui secara pasti oleh para reporter misalnya hal-hal yang berkaitan dengan On / Off Camera Technique, Voice Over dll. Secara umum tahapan produksi yang terdiri atas Pre-Production, Production, dan Post-Production juga harus dapat dipahami.
         Kelompok yang termasuk di dalam bahasan jurnalistik siaran (broadcast journalism) adalah sebagai berikut :
A – News/Berita (straight, investigative)
B – News Interview/Wawancara Berita
C – Feature/Human Interest
D – Magazine/Tabloid
E – Ulasan/Editorial
F – Live Reporting/Siaran Lngsung/Siaran Pandangan Mata
            Keenam jenis dalam kelompok reporting tersebut memiliki perbedaan  baik dalam format penyajian maupun teknik penulisannya. Sekalipun demikian, kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan informasi baik untuk tujuan menghibur, mendidik maupun mempengaruhi.
E.     Radio
Jurnalistik radio (radio journalism, broadcast journalism) adalah proses produksi berita dan penyebarluasannya melalui media radio siaran.
Jurnalistik radio adalah “bercerita” (storytelling), yakni menceritakan atau menuturkan sebuah peristiwa atau masalah, dengan gaya percakapan (conversational).
Ø  Karakteristik
Auditif. untuk didengarkan, untuk telinga, untuk dibacakan atau disuarakan. Spoken Language. Menggunakan bahasa tutur atau kata-kata yang biasa diucapkan dalam obrolan sehari-hari (spoken words). Kata-kata yang dipilih mesti sama dengan kosakata pendengar biar langsung dimengerti.
Sekilas. Tidak bisa diulang. Karenanya harus jelas, sederhana, dan sekali ucap langsung dimengerti. Global. Tidak detail, tidak rumit. Angka-angka dibulatkan, fakta-fakta diringkaskan.
Ø  Prinsip Penulisan
ELF – Easy Listening Formula. Susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama. KISS – Keep It Simple and Short. Hemat kata, tidak mengumbar kata. Menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tidak rumit. Gunakan sesedikit mungkin kata sifat dan anak kalimat (adjectives). WTYT – Write The Way You Talk. Tuliskan sebagaimana diucapkan. Menulis untuk “disuarakan”, bukan untuk dibaca. Satu Kalimat Satu Nafas. Upayakan tidak ada anak kalimat. Sedapat mungkin tiap kalimat bisa disampaikan dalam satu nafas.
Ø  Elemen Pemberitaan
News Gathering – pengumpulan bahan berita atau peliputan. Teknik reportase: wawancara, studi literatur, pengamatan langsung. News Production – penyusunan naskah, penentuan “kutipan wawancara” (sound bite), backsound, efek suara, dll. News Presentation – penyajian berita. News Order – urutan berita.
Ø  Teknik Penulisan: Pemilihan Kata
Spoken Words. Pilih kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari (spoken words), e.g. jam empat sore (16.00 WIB), 15-ribu rupiah (Rp 15.000), dll.
Sign-Posting. Sebutkan jabatan, gelar, atau keterangan sebelum nama orang. Atribusi/predikat selalu mendahului nama, e.g. Ketua DPR –Agung Laksono— mengatakan… Stay away from quotes. Jangan gunakan kutipan langsung. Ubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung, e.g. Ia mengatakan siap memimpin demo (”Saya siap memimpin demo,” katanya). Avoid abbreviation. Hindari singkatan atau akronim, tanpa menjelaskan kepanjangannya lebih dulu, e.g. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri –BEM UIN—Bandung menggelar… (Ketua BEM UIN Bandung –Fulan—mengatakan…). Subtle repetition. Ulangi secara halus fakta-fakta penting seperti pelaku atau nama untuk memudahkan pendengar memahami dan mengikuti alur cerita, e.g. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengatakan… Menurut Presiden…. Kepala Negara juga menegaskan….
Present Tense. Gunakan perspektif hari ini. Untuk unsur waktu gunakan kata-kata “kemarin”, “hari ini”, “besok”, “lusa”, bukan nama-nama hari (Senin s.d. Minggu). Mahasiswa UIN Bandung melakukan aksi demo hari ini… Besok mereka akan melanjutkan aksi protesnya…
Angka. Satu angka (1-9) ditulis pengucapannya. Angka 1 ditulis “satu” dst. Lebih dari satu angka, ditulis angkanya. Angka 25 atau 345 jangan ditulis: duapuluh lima, tigaratus empatpuluh lima. Angka ratusan, ribuan, jutaan, dan milyaran, sebaiknya jangan gunakan nol, tapi ditulis: lima ratus, depalan ribu, 15-juta, 145-milyar.
Mata uang. Ditulis pengucapannya di belakang angka, e.g. 600-ribu rupiah (Rp 600.000), 500-ribu dolar Amerika Serikat (US$ 50.000)
Ø  Produk Jurnalistik Radio
Copy – Berita pendek, durasi 15-20 detik. Biasanya berita penting, harus cepat diberitakan, disampaikan di sela-sela siaran (breaking news) atau program reguler insert berita (news insert) tiap menit 00 tiap jam misalnya. Berupa Straight News.
Voicer – Laporan Reporter. Terdiri dari pengantar (cue) penyiar di studio dan laporan reporter di tempat kejadian, termasuk sound bite dan/atau live interview.
Paket. Panjangnya 2-8 menit. Isinya paduan naskah berita, petikan wawancara (soundbite). Feature. Durasi 10-30 menit. Paduan antara berita, wawancara, ulasan redaksi, musik pendukung, dan rekaman suasana (wildtracking). Membahas tema tertentu yang mengandung unsurhuman interest. Bisa pula berupa dokumenter (documentary).
Vox Pop. Singkatan dari vox populi (suara rakyat). Berisi rekaman suara opini masyarakat awam tentang suatu masalah atau peristiwa.
Cue: Menjelang Pemilu 2009, sedikitnya sudah 54 partai politik mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM, guna diverifikasi sehingga bisa ikut Pemilu. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang banyaknya parpol tersebut, berikut ini petikan wawancara kami dengan beberapa warga masyarakat:
Sound Bite : 1. “Bagus lah, biar banyak pilihan…” 2. “Saya sih mau golpu aja, gak ada partai yang bagus sih menurut saya mah…” 3. “Saya akan setia pada parpol pilihan saya, tidak akan kepengaruh oleh parpol baru, belum tentu lebih bagus ka…” dst.
Ø  New Program
Buletin (Paket berita) – Berisi rangkaian berita-berita terkini (copy, straight news) –bidang ekonomi, politik, sosial, olahraga, dan sebagainya; lokal, regional, nasional, ataupun internasional. Durasi 30 menit atau lebih.Durasi bisa lebih lama jika diselingi lagu dan “basa-basi” siaran seperti biasa.
News Insert – insert berita.Berisi info aktual berupa Straight Newsatau Voicer. Durasi 2-5 menit bergantung panjang-pendek dan banyak-tidaknya berita yang disajikan. Biasanya disajikan setiap jam tertentu. Bisa berupa breaking news, disampaikan penyiar secara khusus di sela-sela siaran non-berita.
Majalah Udara — Berisi straight news, wawancara, dialog interaktif, feature pendek, dokumenter, dan sebagainya.
Talkshow – Dialog interaktif atau wawancara langsung (live interview) di studio dengan narasumber, atau melalui telepon
F.      UNDANG-UNDANG TENTANG PERS
                           
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
1.                  Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedian
2.                  Perusahaan pers adalah badan hukum indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3.                  Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4.                  Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5.                  Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi pers.
6.                  Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers indonesia.
7.                  Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing.
8.                  Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari oihak manapun dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9.                  Pembredelon atau pelanggaran penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10.              Hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11.              Hak jawab adalah hak seseorang atau lelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12.              Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tantang dirinya maupun orang lain.
13.              Kewajiban koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, pini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14.              Kode etik jurnalistik adalah himpunan atika profesi kewartawanan.
                                      
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS

Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
(1)               Per nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
(2)               Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4
(1)               Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2)               Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
(3)               Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4)               Dalam mempertanggungjwabkan pemberitaan didepan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Pasal 5

(1)               Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2)               Pers wajib melayani hakmjawab.
(3)               Pers wajib melayani hak koreksi.


Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut :
a.                   Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b.                  Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
c.                   Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d.                  Melakukan pengawasan, kririk, koreksi, dan sarana terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e.                   Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.                      
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
(1)             Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
(2)             Wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik.

Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

BAB IV
PERUSAHAAN PERS

Pasal 9
(1)               Setiap warganegara indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
(2)               Setiap perusahaan pers harus membentuk badan hukum indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
                                           
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alam dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Pasal 13
Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
a.                   Yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b.                  Minuman keras, narkotika, psikotropka, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku;
c.                   Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
                                          Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warganegara indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.

BAB V
DEWAN PERS

Pasal 15
(1)               Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk dewan pers yang independen.
(2)               Dewan pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:                 

a.                   Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
b.                  Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
c.                   Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.
d.                  Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
e.                   Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
f.                   Memfasilitsi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidaang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
g.                  Mendata perusahaan pers.
(3)               Anggota dewan pers terdiri dari:
a.                   Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b.                  Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers.
c.                   Tokoh masyarakat, ahli dibidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers
(4)               Ketua dan wakil ketua dewan pers dipilih dari dan oleh anggota.
(5)               Keanggotaan dewan pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan keputusan presiden.
(6)               Keanggotaan dewan pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
(7)               Sumber pembiayaan dewan pers berasal dari:
a.                   Organisasi pers;
b.                  Perusahaan pers;
c.                   Bantuan dari negara dan bantuan lain tidak mengikat.
                        
BAB VI
PERS ASING

Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakiln perusahaan pers asing di indonesia disesuaikaan dengan ketentuan peraturan perundang-undngan yang berlaku.

BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 17
(1)               Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
(2)               Kegiatan sebagai mana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a.                   Membantu dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers.
b.                  Menyampaikan usulan dan saran kepada dewan pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 18
(1)               Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakuakan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.ooo.ooo,oo (lima ratus juta rupiah)
(2)               Perusahaan pers yang melanggar ketentuan oasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
(3)               Perusahaan pers yang melanggar ketentuan psal 9 ayat (2) dan pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.ooo.ooo,oo (seratus juta rupiah).

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19
(1)             Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap mejalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
(2)             Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)  tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
1. undang-undang nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers (lembaran negara tahun 1966 nomor 40, tambahan lembaran negra nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 21 tahun 1982 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers sebagimana telah diubah dengan undang-undang nomor 4 tahun 1967 (lembaran negara tahun 1982 nomor 52, tambahan lembaran negara nomor 3235);
2. undang-undang nomor 4 PNPS tahun 1963 tentang pengamanan terhadap terhadap barang-barang cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum (lembaran negara tahun 1963 nomor 23, tambahan lembaran negara nomor 2533), pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah,dan penerbitan-penerbitan berkala, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21
        Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran negara republik indonesia.













DAFTAR BACAAN:
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik teori dan Praktek, 2007: PT. REMAJA ROSDAKARYA.
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi, 2006: PT. REMAJA ROSDAKARYA.
INTERNET:




1.       F. Siebert , T Peterson dan Wibur Schramm , four theories of the press, Urbana, III. 1956.
2.       William L. Rivers, Wilbur Schramm, dan Clifford G. Christians, Responsibility in Mass Communication, Third Edition, Harper & Roww, Publishers, New York, 1980.

0 comments:

Posting Komentar